Selasa, 30 November 2010

MASA FEODALISME : FILSAFAT SOSIAL THOMAS AQUINAS DAN THOMAS HOBBES

MASA FEODALISME : FILSAFAT SOSIAL THOMAS AQUINAS DAN THOMAS HOBBES

Kita semua pasti sudah tahu apa itu filsafat, yaitu suatu aktivitas berfikir tentang sesuatu sampai mendalam sampai pada inti persoalannya, tetapi kita disini tidak akan membahas bagaimana kita berfikir tentang filsafat, dikarenakan hal ini sudah kita pelajari sebelumnya, namun disini kita akan membahas lebih jauh lagi yaitu mengenai filsafat yang objek materialnya kehidupan social budaya yang ada di dalam masyarakat, atau sering kita sebut sebagai filsafat social. Sebenarnya tidak ada dycotomi antara filsafat alam dan filsafat social, hal ini juga disebabkan karena masing-masing tokoh filsafatnyapun sama, tetapi dari pemikiran mereka yang dibedakan, dalam artian dari pemikiran tokoh tersebut mana yang termasuk ilmu alam dan mana yang termasuk ilmu social.
Ketika kita belajar tentang filsafat kita harus flashback lagi ke zaman dahulu, zaman dimana para tokoh-tokoh filsafat dulu hidup mulai dari zaman filsafat klasik yang dimulai oleh Thales sampai filsafat post modern seperti sekarang ini, menurut kami hal ini sangat penting karena ketika mempelajari makna historis dari filsafat ini kita akan menemukan berbagai proses social yang terjadi pada masa klasik atau yunani kuno, masa pertengahan, sampai masa kontemporer mempunyai cirri-ciri perubahan-perubahan social yang khas menurut zamannya masing-masing.
Kita tahu bahwa kita semua pernah mengalami perubahan-perubahan social yang amat dramatis di sepanjang hidup kita, keluarga kita saat ini berbeda jauh dengan keuarga-keluarga orang tua kita, betapapun besar tekad kita untuk melestarikan nilai-nilai tradisional, kebanyakan mereka yang hidup sendirian, atau hidup dalam kelompok-kelompok selain keluarga, menjalani kehidupan itu dengan cara-cara yang mustahil dijalani pada satu generasi silam. Semua perubahan yang terjadi di dalam hidup kita merupaka suatu proses social yang sangat kompleks, yang asal mulanya bisa dilacak kembali hingga zaman prasejarah. Proses social tidak lain adalah kehidupan umat manusia, kelahirannya, prokreasi dan kematiannya. Yang harus senantiasa berlangsung selama kehidupan manusia itu masih berjalan. Perubahan-perubahan dalam proses social tidak lain adalah perubahan hal dalam kondisi kehidupan.
Hidup kita adalah kelanjutan dari kehidupan para bapak ibu kita dahulu, namun kondisi-kondisi material dan pengorganisasian social hidup kita, serta ide-ide kita tentang kehidupan dalam masyarakat jelas berbeda dengan mereka. Masa silam itu menyediakan basis yang dari situ kita bisa berupaya agar sesuatu bisa berlangsung, atau bereaksi terhadap sesuatu yang berlangsung dengan harapan agar segala sesuatunya menjadi lebih baik, dan bukan sebaliknya. Beberapa ide perubahan social menghendaki terjadinya perubahan yang radikal atas bentuk-bentuk pengorganisasian social yang ada saat ini, menuntut tatanan yang sepenuhnya baru atau kembali ke “masa kejayaan yang telah silam, sebelum terjadinya kemerosotan”. 
Filsafat social adalah wacana yang membahas isu-isu fundamental, yang dikarenakan isu-isu itulah program-program politik menjadi berbeda satu sama lain. Filsafat social berkenaan dengan pertanyaan : seperti apakah prinsip-prinsip social itu seharusnya, dan mengapa demikian. Pertanyaan-pertanyaan filsafat social bisa dikemukakan dalam bentuk yang sangat abstrak : bagaimana relasi antara kaum leki-laki dan perempuan, orang tua dan anak-anak, harus dikonsepsikan? Prinsip apa yang seharusnya mengarahkan distribusi social atas tenaga kerja, lahan, peralatan, dan hasil produksi? Apa sesungguhnya hukuman itu, dan dengan syarat-syarat seperti apa hokum itu bisa di anggap shahih? Jika dikemukakan dengan cara yang abstrak demikian itu, pertanyaan-pertanyaan itu bisa dikatakan sudah dibahas sejak pertama kalinya muncul perenungan manusia atas kehidupan di dalam masyarakat.
Filsafat social dengan demikian perlu dipahami secara historis. Mustahil memahami filsafat-filsafat social saat ini, termasuk fiolsafat social anda sendiri, tanpa pengetahuan tentang akarnya, baik pada pengorganisasian masyarakat-masyarakat zaman sekarang maupun pada filsafat-filsafat social di masa silam. 
Apa yang kami jelaskan di pendahuluan ini merupakan tahapan dalam sejarah filsafat social dikemukakan dalam kaitannya dengan pembahasan tentang lingkungan social yang berubah pembahasan itu berbatas pada tradisi filsafat social eropa sejak abad pertengahan hingga saat ini. Kita bisa mengatakan bahwa pembahasan itu menggambarkan kelahiran dan keruntuhan pasar bebas sebagai pranata social utama dan sebagai kunci untuk memahami masyarakat.
Dengan lebih banyak mengacu pada tradisi umum filsafat social daripada tradisi-tradisi yang lebih khusus berupa filsafat moral, filsafat politik, atau filsafat hokum, sejarah, atau ilmu-ilmu social, kami disini ingin menekankan kesatuan fundamental dari berbagai ragam refleksi mengenal masyarakat. Dan dengan menampilkan filsafat sebagai bagian integral dari proses social, kami disini berharap untuk bisa menghindari kesalahan yang menganggap filsafat sebagai bidang yang mengawang-awang dan tidak bersinggungan dengan perjuangan politik, atau sedemikian ganjil sehingga tidak relevan dengan perjuangan politik itu.
PEMBAHASAN

A. Feodalisme dan Filsafat Sosial Aquinas
a. Eropa barat tahun 800-1000: Lahirnya system fief
Selama abad ke-9, eropa barat dilanda oleh serangan dari luar, yang serangan-serangan itu diantaranya dilakukan oleh para perompak Arab, suku-suku penyerbu dari Hongaria, sampai pada kaum Viking yang seing kali melakukan penjarahan di beberapa tempat. Sehingga hal ini menimbulkan perdagangan jarak jauh menjadi tidak aman dan mata uang global pun sudah tidak dicetak lagi, sehingga hal ini menuntut mereka hidup masing-masing untuk hidup mandiri.
Pada saat itu kerajaan merupakan suatu lembaga social yang paling memiliki kekuasaan, sebagian besar lahan masih liar dan hanya beberapa saja yang telah dibudidayakan, dan lahan ini terbagi menjadi: lahan milik kerajaan, lahan milik Lord, lahan milik gereja dan lahan pertanian yang dimiliki oleh petani bebas, tetapi pada prinsipnya Raja masih tetap bisa mengenakan pajak atas semua lahan-lahan diatas karena lahan yang mereka miliki masih dalam territorial kerajaan, pajaknya bisa dalam bentuk uang atau jasa ataupun wajib militer yang diperintahkan langsung oleh Raja, tetapi hal ini sangat tidak efektif karena ketika Raja masih menyiapkan para tentaranya para perampok sudah pergi dengan harta jarahan mereka, maka dari itu raja disini sangat membutuhkan pasukan yang siap setiap saat dibutuhkan untuk menjaga keutuhan kerajaan, tetapi masalahnya Raja tidak mempunyai pendanaan yang cukup, hanya kaum Lord lah yang bisa menyiapkan perihal militer ini, dan jalan keluar yang paling masuk akal yaitu dengan mengadakan Sistem Fief.
System Fief yaitu dimana raja menyerahkan sebagian lahan milik kerajaan dalam bentuk Fief kepada orang lain yang terkemuka atau seorang bangsawan, yang biasanya adalah seorang Lord atau petani bebas, dan disini system kerjanya seperti Otonomi daerah yang ada di Indonesia, jadi Si pengelola fief memiliki hak legal atas lahan dan petani yang bekerja di Fief tersebut, mulai dari menarik pajak sampai menerapkan otoritasnya, dan Si pengelola Fief tersebut tidak akan dikenakan pajak pemerintah. Tetapi sebagai timbal baliknya Si pengelola Fief bersumpah setia skepada Raja dalam sumbangsihnya pada sector pertahanan di wilayah itu dengan menyediakan sejumlah laskar berkuda dengan senjata lengkap. System Fief memungkinkan para raja menyediakan persenjataan dan membiayai para bala tentara.
Dan cara kedua dalam system Fief ini dapat dilakukan dengan jalan Raja membebaskan seorang Lord atau bangsawan dari kewajiban membayar pajak jika sin Lord itu bersumpah setia kepada Raja dalam hal pertahanan tadi, hal ini sering kali dilakukan dengan cara Lord menyerahkan lahannya kepada Raja, dan menerima lahan itu kembali sebagai Fief yang dikuasainya secara turun-temurun yang disertai dengan hak dan kewajiban tertentu.
Para pengelola Fief yang besar seperti halnya yang dilakukan oleh Raja dia membagikan jatah Fiefnya kepada bawahan-bawahannya, dan sebagai timbale baliknya para bawahan itu harus memberikan pengabdiannya pada majikannya. Dan pecahan-pecahan dari Fief ini atau dapat kita sebut Subfief masih akan membagi fiefnya dengan orang yang lebih bawah darinya untuk tujuan yang sama, sampai pada tingkatan yang paling bawah yaitu para Slave dan Serf.
Para lord disini yang memiliki fief besar membagi fief itu berdasarkan system Manor, yang mana fief yang besar terdiri dari beberapa Manor, biasanya pada sebuah Manor terbagi menjadi beberapa Demesne yaitu yang berupa lahan pertanian dan satu rumah Lord sebagai pusatnya, pada prinsipnya Lord disini bertugas untuk menjaga daerah kekuasaannya itu dari para perampok.

b. Sistem Kelas
Apabila kita meneliti lebih lanjut tentang system Fief yang sebagian besar di anut oleh bangsa-bangsa di Eropa pada abad klasik ini, terlihat jelas system ini membentuk sebuah struktur Pyramid, dimana seorang Raja menduduki peringkat paling atas dengan para Slave dan Serf di peringkat paling bawah.
Kendala social yang sangat kuat dan perbedaan status yang tegas memisahkan kaum bangsawan dengan kaum petani. Permasalahan ini merujuk pada munculnya pembagian social dalam bentuk baru. Pada periode-periode sebelumnya banyak Lord yang masih patuh atas segala ketetapan yang dibuat oleh seorang Raja, namun sekarang kaum bangsawan memonopoli tugas-tugas militer dan administrative, dan tidak lagi terlibat dalam kegiatan produksi, sementara para petani tidak lagi menjalankan wajib militernya dan dipaksa oleh Lord untuk mengurusi masalah pertanian saja. Permasalahan yang kian tegas antara kaum bangsawan dengan kaum petani lantas menjadi masalah keturunan.
Kaum bangsawan menduduki posisi kepemilikan yang efektif atas lahan. Namun didalam lembaga fief, lahan tidak dapat dikenai status sebagai harta milik pribadi yang eksklusif atau tak bersyarat.
Istilah feodalisme diambil dari istilah latin ‘Feodum’ yang berarti Fief. Jadi istilah ‘feodalisme’ secara harfiah berarti suatu masyarakat yang diatur berdasarkan system Fief, dengan kekuasaan legal dan politis yang menyebar luas di antara orang-orang yang memiliki kekuasaan ekonomi. Namun sudah lazim untuk menggunakan istilah itu dengan pengertian yang lebih luas, untuk mengacu pada masyarakat manapun dimana sebagian besar produksi social dilakukan oleh orang-orang yang harus menyerahkan sebagian produk mereka kepada sekelompok non produsen pemiliki lahan turun-temurun.

B. Krisis Feodalisme dan Filsafat Sosial Hobbes
a. Krisis abad ke-14 dan dampaknya pada tahun 1300-1500
Tahun 1300 merupakan tahun terakhir dari ekspansi feodal. Tanah-tanah pertanian yang bsemakin tandus, sementara lahan lain yang belum dibudidayakan umumnya berkualitas buruk, dan salah satu penyebab berakhirnya ekspansi itu adalah iklim yamh kacau dan serangkaian hasil panen yang buruk. Terus diperparah oleh terjadinya serangkaian wabah penyakit yang menular yang memakan korban sangat banyak.
Tidak disangka efek dari timbulnya wabah penyakit ini sangat besar, separuh lebih dari jumlah pendudk kota mati, dan hal ini membuat para pemegang kekuasaan di kota kembali membujuk petani agar berdomisili di kota, tapi nampaknya usahanya itu sia-sia saja. Dikarenahakan pada prinsipnya efek yang lebih mengerikan justru terjadi di desa, para petani yang selamat dari wabah di tuntut oleh kaum Lord untuk bekerja lebih keras lagi dengan cara kaum lord menaikkan pajak penghasilan mereka, dan terus berusaha supaya meeka tidak pindah ke kota.
Hal yang paling buruk justru disini sangat dirasakan oleh Lord, dikarenakan kota-kota yang begitu banyak dan belum lagi mereka diperlemah dengan wabah penyakit, peperangan dan konflik internal yang mana dari keadaan ini digunakan raja untuk lebih memperkuat dirinya dengan cara menjual fief-fief yang tidak terurus kepada para bangsawan tersebut, dan para Lord ini pun jika mereka masih ingin mempunyai suatu kekuasaan maka dia harus mempunyai lahan yang dijual raja tadi walaupun lahan fiefnya sama sekali tidak subur untuk dibuat pertanian. Upaya-upay kaum Lord dalam membenahi kebendaharaannya salah satunya adalah meningkatkan eksploitasi terhadap kaum petani, dan yag terjadi malah sebaliknya terjadi pemberontakan –pemberontakan yang dilakukan para Serf dan Slave.
Dan hal ini berarti kaum bangsawan eropa barat harus mencari cara-cara baru untuk mempertahankan pendapatan mereka, cara mereka yang pertama yaitu dengan jalan para petani didorong untuk mengganti uang kerja mereka dengan uang sewa, maksudnya disini adalah para Lord bersedia untuk sekaligus menyerahkan Demesne dalam bentuk sewaan kepada para petani, disini Lord mempunyai beberapa keuntungan yang pertama Lord tidak perlu lagi menggaji para Mandor atau pengawas pertanian, dan yang kedua para Lord bisa mencari tambahan dari sector-sektor yang lain. Dan cara yang kedua yaitu dengan cara mengubah fungsi lahan menjadi peternakan biri-biri.
Krisis pada abad ke-14 menyebabkan perpindahan dan mobiolitas social yag terbesar dan belum pernah terjadi sebelumnya, kebangsawanan yang dulu sangat kuat kinimereka sedang sekarat, sedangkan sebaliknya Raja dan kota-kota menjadi lebih kuat. Lahan sewaan dan buruh harian telah menggantikan system yang lama dan pengorganisasian yang seperti ini merupakan cermin produksi yang bersifat non feudal yang dapat diartikan bahwa mereka tidak bergantung lagi dengan pemaksaan legal terhadap petani.

b. Kemakmuran Baru, tahun 1500-1600
Tatanan feodal sudah terguncang, dan perubahan structural yang telah berlangsung sangat cepat mengalami perubahan pada akhir abad ke 15. Hal ini terjadi karena arus emas dan perak masuk ke Eropa dengan cara pengolahan yang lebih canggih, dan hal ini menimbulkan ketidak seimbangan penghasilan antara kota dengan pedesaan, dan hal ini membuat para Lord mencari cara untuk menambah penghasilan mereka dengan cara mungkin menaikka pajak bagi para petani demense.,
 Di lain pihak petani yang mempunyai produk yang bisa dijual dan lahan sewaan yang mereka miliki benar-benar bisa menaikkan posisi mereka, semakin luas lahan yang dimiliki para petani semakin besar pula peluang mereka untuk menghasilkan surplus yang bisa dipasarkan, dan penghasilan ini secara otomatis mereka gunakan untuk menunjang usaha yang mereka miliki. Para petani yang lebih kecil nasibnya yang paling menderita mereka melepaskan lahan mereka yang kecil untuk bisa bekerja ke petani yang lain yang memiliki lahan yang luas. Akibat dari hal ini yaitu petani yang kaya bisa semakin kaya, tetapi sebaliknya yang miskin pun jadi tambah miskin.
 Diberbagai manor yang umumnya Lord tidak berkuasa lagi, dan sewa sekarang pada umumnya dibayarkan dengan menggunnakan uang disana status para petani tidak lagi rendahan. Tetapi lain halnya di Eropa Timur dimana para petani disana masih sebagai pegawai rendahan dikarenakan Lord disana berhasil mempertahankan demensenya dengan baik dean menjual hasil pertanian ke kota dengan harga sangat mahal, sehingga para Lord disini menjadi sangat kaya. Para lord yang berhasil mempertahankan demensenya atau bahkan memperluasnya mendapatkan keuntungan yang sangat besar.
 Dan dari situ muncullah para bangsawan-bangsawan baru yang mana mereka adalah pedagang yang membayar demense dengan harga tinggi demi kedudukan dan gelar. Dalam hubungan yang tradisional dan feudal antara lord dengan petani, kesejahteraan Lord tergantung pada perbedaan status legal mereka. Lord memiliki otoritas legal terhadap para petaninya sehingga mereka dapat menerapkan hukuman seandainya mereka tidak bekerja.

C. Filsafat Sosial Hobbes
Hak alami bagi hobbes, adalah hak yang dimiliki manusia bahkan meskipun tidak ada lembaga social manusia. Aquinas akan menyetujui definisi ini pula, namun jika aquinan mengonsepsikan bahwa manusia dalam “Lingkungan alami” yang imajiner ini masih ditempatkan didalam system hak dan kewajiban yang tersusun secara hierarkhis, hobbes berpendapat bahwa mereka hanya perlu tunduk kepada hokum alami saja yaitu dalam pengertian hokum-hukum alam baru, hokum-hukum itu seperti hokum gravitasi ataupun hokum mekanika, bahwa sesuatu yang bergerak akan terus bergerak, kecuali jika dihalangi oleh campur tangan eksternal. Bagi hobbes seluruh kehidupan terdidi dari gerakan vital: berdetaknya jantung, bernafas, dan mencerna makanan.
Dalam lingkungan alami setiap orang dengan demikian akan melakukan apapun yang menurut mereka akan menjamin keberlangsungan hidupnya sendiri, tanpa memandang apakah hal itu akan menyakiti yang lain, ataupun bertentangan dengan hukumk ilahi. Bagi hobbes ini adalah hak kami yang fundamental yang pada akhirnya hal itu akan menjelaskan seluruh tindakan manusia dan menjadi satu-satunya basis yang dimungkinkan untuk membenarkan ataupun mengkritik lembaga-lembaga manusia.
Hal ini sangat berbeda dengan Aquinas yang mana berpendapat bahwa perbedaan kekuatan dan rasionalitas akan menghasilkan hierarkhi alami diantara Manusia, namun bagi hobbes seluruh manusia itu setara, variasi individual dalam hal kekuatan dan rasionalitas itu tidak penting lagi jika ditinjau dari satu-satunya sudut pandang yang penting, yaitu seperti mempertahankan hidup.
Setiap orang itu rentan: bahkan orang yang paling kuat pun harus tidur dari waktu ke waktu, sehingga seseorang anak pun bisa dengan mudah membunuh seorang raksasa. Didalam lingkungan alami sebagaimana yang dikonsepsikan hobbes, tak seorang pun bisa menjamin bahwa dirinya tidak akan dicelakai orang lain. Karena didalam lingkungan alami tidak ada seseorangpun yang bisa mencegah seseorang yang lain untuk melakukan sesuatu.
Jadi bagi hobbes gagasan tentang hak alami, mengarahkan pada diciptakannya hokum alami yang mengarahkan manusia untuk memasang batas-batas terhadap hak alaminya untuk melakukan apapun yang mereka hendaki. Hokum alami karenanya akan meminta aku menyerahkan hakku untuk menyakiti yang lain, asalkan orang-orang lain juga menyerahkan haknya untuk menyakiti aku. Akan tetapi disini perlu adanya suatu kekuasaan yang bisa menjamin bahwa siapapun yang melanggar kontrak dengan berbuat jahat kepada orang lain bahkan sebaliknya akan lebih disakiti. Jadi menurut Hobbes berdasarkan kodratnya, manusia memerlukan agar manusia menyerahkan dirinya sendiri kepada kekuasaan yang mampu memberlakukan aturan yang melarang orang-orang untuk menyakiti orang lain.
Dasar bagi terciptanya masyrakat yang aman dan terorganisasi, bagi hobbes adalah kontrak yang dengan itu setiap individu anggota masyarakat menyerahkan hak-hak alaminya kepada orang-orang atau sekelompok orang yang diberi hak eksklusif untuk menyakiti orang lain, secara teori sekelompok orang tersebut bisa laki-laki bisa perempuan, tapi menurut hobbes itu lebih baik yang laki-laki, penguasa yang berdaulat itu bukanlah anggota dari kontrak yang disepakati, tetapi ia memiliki semua kekuasaan legislative, yudikatif dan eksekutif dan ia mengatasi hokum. Ini didasarkan pada fakta bahwa tidak ada seorangpun yang memiliki kekuasaan untuk menghukum segala tindakannya. Menurut Hobbes mereka bisa dianggap telah dengan sukarela mengikutsertakan diri mereka dalam suatu kontrak satu sama lain untuk menerima kekuasaannya yang absolute, sebab satu-satunya alternative lain bagi mereka adalah kematian, jadi didalam filsafat sosialnya Hobbes, gagasan tentang kebebasan total individu di dalam lingkungan alami diciptakan untuk mengandaikan perlunya menerima ketaatan yang sepenuhnya di dalam masyarakat.
Titik yang paling jelas antara filsafat Hobbes dan Aquinas terdapat pada arti dari seorang raja, yang mana menurut Aquinas seorang Raja berkuasa berkenaan dengan kekuasaan Allah, namun sebaliknya Hobbes mengatakan bahwa seorang Raja dipilih oleh rakyat dikarenakan kekhawatiran jika harus kembali kedalam lingkungan alami. Meskipun dalam filsafat Hobbes seorang penguasa itu mempunyai kekuatan yang absolute tetapi hal itu tidak menjamin bagi yang dikuasainya untuk memberikan kesetiannya, jika raja tidak cukup kuat untuk menegakkan hokum dan ketertiban atau mempertahankan negeri dari serangan musuh, maka dalam system Hobbes tak ada satu alasan apapun yang bisa mencegah mereka yang dikuasai itu untuk melengserkan sang penguasa.
Dalam filsafat Hobbes, individu menjadi subjek yang dikuasai dengan menyerahkan haknya untuk menyakiti individu lain, dan disinilah fungsi dari penguasa tersebut, penguasa akan berusaha menghukum siapapun yang melanggar hokum. Hobbes juga berpendapat bahwa kelompok-kelompok kecil, seperti keluarga, juga didasarkan pada kontrak antara individu-individu. Bagi hobbes keluarga tidaklah terikat bersama berdasarkan cinta dan kasih sayang atau berdasarkan keunggulan alami jenis kelamin laki-laki.
Bagi Hobbes semua kontrak dilakukan oleh pihak-pihak yang pada dasarnya sederajat, dalam arti perbedaan kekuasaan alami antara mereka sangat kecil dan bersifat tidak permanen untuk bisa menjadi landasan hubungan kekuasaan yang mengikat di antara mereka tetapi secara alami kekuasaan itu memang berbedea hingga derajat tertentu, dan seluruh tujuan kontrak adalah untuk menciptakan ketidaksetaraan social yang stabil. Bagi Aquinas, masyarakat seperti alam ditata secara hierarkhis oleh Allah, tetapi menurut hobbes perbedaan peringkat adalah hasil kompetisi diantara manusia yang secara alami bersifat setara didalam kerangka hokum yang diberlakukan oleh penguasa. Terdapat perbedaan pula antara Hobbes dan Aquinas dalam pandangannya tentang nilai ekonomi. Bagi Aquinas nilai suatu produk tidak ada kaitannya dengan transaksi manusia, dan harga alami harus berkaitan dengan nilai-nilai itu. Namun bagi Hobbes, suatu produk tidak mengandung nilai kecuali dalam kaitannya dengan transaksi di dalam pasar.
Titik tolak bagi Hobbes adalah individu sendirilah yang berupaya dengan penuh jerih payah untuk menciptakan suatu tatanan didalam dunia yang dingin, mengancam dan tidak dapat diperhitungkan. Sudah lazim dan poada dasrnya bisa dibenarkan, jika mencirikan filsafat social Hobbes bersifat Mekanis, yang bertentangan dengan filsafat Aquinas yang bersifat organis.
KESIMPULAN :
 Jadi jika ingin mempelajari tentang filsafat social maka kita tidak akan terlepas dari makna historis dari suatu proses social yang dialami oleh manusia itu sendiri. Seperti yang telah kami paparkan diatas bahwa kehidupan Feodalisme pada masa Thomas Aquinas sangatlah berbeda dengan masa Thomas Hobbes, sehingga dari mereka berdua timbullah dua teori yang berbeda tentang memandang sebuah hierarkhi yang ada di masyarakat meskipun kehidupan mereka tidak berselang lama.

KELAS PROLETAR DAN SOSIALISME

LAHIRNYA KELAS BURUH DAN SOSIALISME


A. Awal Gerakan Kelas Buruh
Feodalime telah berakhir berganti dengan kapitalisme awal yang berkembang sangat pesat, ahan-lahan pertanian kini telah berganti dengan pabrik-pabrik dan industry yang berdiri sangat megah, dan kasus yang semakin pelik pun semakin sering terjadi, antara kaum buruh yang terus mendapat tekanan dengan si penguasa modal itu sendiri, sampai sekitar tahun 1870, inggris telah mengembangkan industry manufaktur yang paling maju di dunia, lebih dari sepertiga produksi industrial yang berlangsung di Inggris, proses-proses pendukung dari industry itu pun terus dibangun mulai dari pembangunan rel-rel kereta api sampai industrialisasi besar-besaran. Di Eropa, prose situ mengakibatkan hancurnya kecakapan tradisional dan merosotnya kesejahteraan kaum tukang, sekian juta orang-orang eropa beremigrasi, yang hal ini akan sangat membantu pertumbuhan industry di negeri-negeri lain.
Kompetisi memaksa para majikan untuk mempertahankan upah serendah-rendahnya, dan para buruh industry tidak punya peluang untuk menolak pemotongan upah, jika mereka mencoba menolaknya, mereka akan dipecat dan digantikan oleh orang-orang yang masih menganggur. Buruh individual selalu rentan untuk dipecat, mereka hanya bisa membela diri secara kolektif dengan berorganisasi sehingga mampu melancarkan ancaman untuk menarik tenaga kerja secara penuh, “satu untuk semua dan semua untuk satu” adalah satu-satunya prinsip yang menjadi dasar kaum buruh untuk bisa membela diri, atau sebaliknya “setiap orang berusaha menyelamatkan dirinya sendiri dan tak memperdulikan orang lain. Akan menyebabkan kaum buruh itu sepenuhnya tergantung pada majikannya.
Ungkapan praktis yang paling jelas dari cita-cita proletariat baru itu pertama-tama adalah diciptakannya serikat-serikat dagang atau serikat buruh dan kemudian federasi-federasi dan berbagai serikat itu secara nasional dan internasional. Dibenua eropa, dimana perkembangan industry secara keseluruhan tidak terlampau maju, kelompok-kelompok kecil kaum buruh terlibat aktif dalam berbagai revolusi tahun 1848. Gerakan kaum buruh yang bersifat politis berkembang dari protes pra industry pada masa-masa sebelumnya, yang dilakukan kaum petani dan tukang yang melarat dan tertindas.

B. Sosialisme dan Karl Marx
Kaum sosialis awal memandang kapitalisme sebagai system yang tidak adil dan irasional, yang harus digantikan oleh komunisme. Marx bukannya tidak sepakat, namun ia mengkritik kaum sosialis awal itu karena mereka tidak memandang kapitalisme dalam konteks historis. Menurut Marx kapitalisme telah mengakhiri ketidakadilan dan irasionalitas feudal, namun kapitalisme telah menggantikannya dengan ketidak adilan dan irasionalitasnya sendiri. Namun dengan jalan itu ia pun telah menciptakan kemungkina untuk menghapus sama sekali ketidakadilan dan irasionalisme itu. Pendekatan mark mengandaikan bahwa sangatlah penting untuk mengkaji kekuatan-kekuatan yang beroperasi pada masyarakat kontemporer. Prosedur yang dia pakai adalah dengan memadukan pemikiran filsafat Hegelian jerman, ilmu ekonomi inggris, serta ide-ide sosialis dan pengalaman revulosioner prancis.
Hegel memandang sejarah sebagai perwujudan atau aktualisasi prisip-prinsip umum. Kita telahg menyimak satu contoh tentang hal ini dalam filsafatnya tentang Negara, dimana gagasan tentang kedaulatan Negara pertama-tama dideduksikan sebagai keharusan mutla, dan kemudian ditampilkan sebagai sesuatu yang mendapatkan perwujudannya pada sosok seorang raja. Bagi mark sejarah itu lebih berupa perkembangan produksi daripada realisasi prinsip-prinsip rasional.
Dalam pengertian tertentu, ini berarti kembali ke gagasan Locke dan smith, namun titik Tolaki Mark bukanlah seorang pekerja individual yang dengan dendirian menghadapi alam.
Marx menganalisis apa yang dianggapnya sebagai penemuan yang terpenting, yakni rahasia Sistem kapitalis. Penemuan itu dapat dirumuskan sebagai berikut, yang diambil pemilik modal dari para buruh upahannya adalah hasil dari jumlah jam kerja tertentu, namun yang ia bayarkan adalah tenaga kerja dari si buruh. Dari sudut pandang pemilik modal, satu-satunya tujuan produksi adalah laba. Kualitas yang tinggi dan hasil yang berjumlah besar hanya menarik minat pemilik modal sejauh hal-hal itu bisa diharapkan meningkatkan laba.
Didalam produksi itu sendiri, implikasi terpenting analisis Marx adalah bahwa kaum pemilik modal mempunyai kepentingan untuk menekan upah buruh.jika diungkapkan secara sangat sederhana, analisis Marx adalah bahwa merupakan kepentingan setiap firma agar semua firma lainnya membayar para buruh mereka dengan upah yang tinggi sehingga memungkinkan mereka membeli lebih banyak komoditas yang diproduksi oleh firma tersebut diatas.


C. Mark tentang Negara
Hegel akan sepakat dengan Marx bahwa masyarakat sipil akan terancam krisis jika dibiarkan berjalan sendiri. Namun Hegel berpendapat bahwa Negara dapat dan harus menjamin kepentingan umum daripada kepentingan-kepentingan particular yang saling bersaing di dalam masyarakat, dan dengan demikian mencegah resiko yang mengancam system. Mark tidak pernah mengungkapjan secara spesifik seperti apakah kira-kira masyarakat komunis itu. Namun ide tentang masyarakat seperti itu bukanlah cita-cita utopian yang kabur dan tidak terkait dengan analisis historisnya atas kapitalisme. Dalam semua karyanya, Marx secara tersirat memanfaatkan ide tentang perencanaan produksi social yang sadar, langsung, dan demokratis untuk menunjukkan komplikasi dan penyimpangan masyarakat kapitalis.

D. Sosialisme Reformis dan revolusioner sebelum tahun 1914
Mulai tahun 1870, kekuatan industry Inggris telah diungguli oleh kekuatan industry Amerika Serikat, dan hamper di pecundangi oleh kekuatan industry jerman. Banyak firma yang terpaksa gulung tikar, dan firma-firma yang masih bertahan sering sekali harus menghadapi keadaan yang nyaris mendekati monopoli untuk komoditas-komoditas tertentu. Salah satu tanda krisis itu adalah jatuhnya harga. Ini berarti, bagi para buruh yang bisa mendapatkan pekerjaan, upah riil tidak menurun, kendati melemahnya organisasi-organisasi kelas buruh sebagai akibat dari pengangguran mengakibatkan menurunnya uang upah dan beberapa kemunduran lainnya. Krisis telah menyebabkan aktivitas serikat menjadi lebih diperlukan, kendati juga lebih sulit. Radikalisasi tertentu atas sikap pragmatis tradisional dan serikat-serikat dagang inggris yang berlangsung selama periode ini, sedangkan di Jerman, serikat dagang maupun partai-partai sosialis bermunculan. Partai-partai itu bersatu menjadi partai social democrat Jerman pada tahun 1875.
Pada sekitar peralihan abad, di dalam internasionale dan didalam partai social democrat jerman terjadi perdebatan tentang apakah gerakan kelas buruh harus setia pada marxisme. Sudut pandang Reformis itu mencakup peninjauan ulang atas pandangan Marxis tentang Negara, Negara bukan lagi dilihat sebagai alat penindasan, namun sebagai agen netral yang bisa dijalankan oleh wakil-wakil dari para pemilik modal maupun buruh banyak revionis yang memandang pengaruh Hegelian atas pemikiran Marxis yang berbahaya, dan berusaha mengarahkan gerakan kelas buruh kembali ke filsafat social yang didasarkan pada Kant. Meurut mereka sosialisme dengan demikian harus dipandang sebagai kerajaan tujuan, pada saat yang sama, komitmen terhadap cita-cita sosialisme harus dicegah agar tidak menghancurkan hukum dan ketertiban.

ETIKA PROTESTAN DAN SEMANGAT KAPITALISME

THE ETHIC PROTESTAN AND THE SPIRIT OF CAPITALIZM

Max Weber lahir di Erfurt, Jerman, 21 April 1864, dia berasal dari keluarga kelas menengah. Perbedaan yang sangat prinsip diantara kedua orang tuanya berpengaruh besar terhadap orientasi intelektual dan perkembangan psikologi Weber. Ayah Weber seorang birokrat yang kedudukan politiknya relatif penting, dan menjadi bagian dari kekuasaan politik yang mapan, dan lagipula sang ayah adalah seorang yang menyukai kesenangan duniawi, dan hal inilah yang menjadi perbedaan antara dia dan istrinya. Ibu Max Weber adalah seorang Calvinis yang taat, wanita yang berusaha menjalani kehidupan prihatin atau tanpa kesenangan seperti yang sangat menjadi dambaan suaminya. Perhatiannya kebanyakan tertuju pada aspek kehidupan akhirat. Perbedaan mendalam antara kedua orang tua Weber ini menyebabkan ketegangan perkawinan mereka dan ketegangan ini berdampak besar pada Weber. 
Max Weber adalah seorang sarjana yang mempunyai tingkat kemampuan intelektual yang sangat tinggi dan memiliki kepribadian yang bisa membuat kesan yang lebih mendalam daripada pengetahuannya kepada siapa saja yang mempunyai hak-hak istimewa untuk mengenal dirinya. Dia mendapat pendidikan untuk menjadi seorang ahli hukum, dan sebagai kegiatan tambahan dari tugasnya mengajar sebagai seorang professor di Freiburg, Heildelbergh, dan Munich, dia juga aktif menulis dalam berbagai bidang keilmuan. Dia berpergian ke berbagai Negara dan mempunyai minat yang besar terhadap gerakan-gerakan social dan politik kontemporer.
Pada usia 56 tahun dia meninggal dunia di Munich pada tahun 1920. Dia pada akhirnya tidak mampu menyelesaikan revisi akhir dari karya-karyanya, karyanya yang paling akhir, yang disusun berdasarkan pada catatan-catatan perkuliahan yang ditulis oleh mahasisiwa di Munich, telah terbit dalam bahasa inggris dengan judul General Economic History (Sejarah Ekonomi Umum). The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism pertama kali diterbitkan dalam bentuk dua artikel, yaitu Archivfur sozialwissenschaft un sozial politik pada tahun 1904 dan 1905. Bersamaan dengan artikel yang berikutnya, yang muncul pada tahun 1906, yaitu The Protestan Sects and The Spirit of Capitalism artikel-artikel itu menjadikan studi pertama dari karya-karyanya yang terkandung dalam Gesammelte Aufasatze Zur Religionssoziologie. Pada kemunculannya yang pertama, artikel-artikel itu telah menarik perhatian yang tiada henti melebihi minat pada barisan para ahli spesialis sejarah dan yang menjadikan sejumlah archive yang diterbitkan terjual dengan cepat, sejak saat itu diskusi-diskusi yang menyertainya terus berlanjut dengan antusiasme yang besar. Hal ini karena pertanyaan yang dimunculkan Weber memiliki signifikansi universal dan metode dari esai-esainya ternyata sama pentingnya dengan kesimpulannya.
Karya dari Weber tidak hanya memberikan gagasan-gagasan yang cemerlang dalam bidang-bidang tertentu namun juga menawarkan suatu jalan keluar baru dalam pendekatan-pendekatannya untuk memecahkan berbagai macam persoalan dari minat perhatian yang tetap, yang tidak hanya menarik perhatian para ahli ekonomi dan sejarah namun juga siapa saja yang ingin memikirkan persoalan-persoalan mendalamyang terjadi pada masyarakat modern.
Pertanyaan yang coba dicari jawabannya oleh Weber sebenarnya bersifat fundamental. Pertanyaan itu mengenai kondisi-kondisi psikologis yang telah memungkinkan adanya perkembangan peradaban kapitalis. Kapitalisme, dalam pengertian perbuatan-perbuatan individu yang besar yang melibatkan control terhadap sumber-sumber financial yang luas dan menghasilkan kekayaan masters. Kapitalisme, sebagai suatu system perekonomian, yang terletak pada suatu organisasi dari para penerima upah bebas secara legal, dengan suatu tujuan untuk mendapatkan keuntungan uang, dari para pemilik modal dan agen-agennya, dan membuat tanda-tanda dalam setiap aspek masyarakat, merupakan suatu fenomena modern.




GAGASAN

A. Afiliasi Agama dan Stratifikasi Sosial
Jika kita sedikit membuka mata untuk melihat realita yang ada didunia, maka dari sana telah tergambar jelas dan kita ketahui bersama bahwa segala jenis bentuk kemajuan entah itu di bidang pendidikan, industry atau teknologi itu semua mayoritas merupakan hasil kerja dari orang-orang protestan. Tidak dapat dipungkiri bahwa anggapan-anggapan dasar kita selama ini mengenai kejayaan bangsa barat itu telah relevan dengan kenyataan asalnya yaitu mulai dari para pemilik modal dan pekerja yang mempunyai skill yang tinggi itu semua terlihat sudah menjadi ciri khas mereka. Tidak lain halnya dengan Kapitalisme, dimana ketika para orang-orang kapitalis ini mencapai puncak keberhasilannya maka mereka berhak untuk mengatur dan menentukan dengan bebas kontribusi yang diberikan penduduk kepada mereka.
Dan memang pada kenyataannya selama ini membuktikan bahwa sumbangsih yang diberikan orang-orang protestan dalam memberikan andil perkembangan dunia ini sangatlah besar, sehingga hal ini menjadi salah satu faktor banyaknya perusahaan-perusahaan domestic gulung tikar akibat kalah bersaing dengan industry modern milik mereka, dan kesemua fakta ini tidak lepas atau masih berhubungan dengan sejarah mereka sendiri, dimana pada waktu itu aliansi agama bukanlah menjadi persoalan dari kondisi sebuah perekonomian, dan kontribusi mereka dalam bidang perekonomian suatu daerah tidak akan bisa lepas dari adanya pemilik modal, dimana mereka mengikutsertakan juga biaya pendidikan yang relative mahal, yang mana hanya bisa dijangkau pada taraf kesejahteraan tertentu. Salah satu faktor yang menyebabkan pesatnya orang protestan adalah mereka sejak awal didukung oleh sumber-sumber alam dan situasi yang sangat menguntungkan mereka, oleh karena itulah mulai abad ke-16 sampai sekarang para orang-orang protewstan terus berjuang untuk memperbaiki taraf kehidupan perekonomian mereka.
Dari sedikit penjelasan diatas terlihat sekali terjadi pelapisan antara orang protestan dengan orang katolik atau orang lain diluar protestan, dan pelapisan masyarakat ini bukannya tanpa dasar, tetapi pada kenyataannya peran agama tidak begitu berpengaruh terhadap kerja suatu industry, yang tentu saja semua itu berkat orang-orang yang bekerja di industry itu sendiri yang dengan latar belakang yang berbeda dari mana mereka berasal, pada zaman sekarang kapitalisme sudah terbebas dari belenggu agama yang dulu diabad pertengahan sangat mendominasi.
Tetapi terlepas dari semua itu bahwa dominasi yang besar dari orang-orang protestan pada tempat-tempat yang sentral yang ada dalam suatu industry dapat diartikan sebagai perwujudan kekayaan materi yang mereka miliki, dan diantara orang katolik dan orang protestan terjadi perbedaan yang sangat mendasar, orang-orang protestan bisa dibilang lebih maju daripada orang katolik dikarenakan mayoritasnya orang protestan dan minoritasnya orang katolik dalam hal manapun seperti kemampuan mereka, kepemilikan modal dan SDM nya lebih berkualitas orang protestan. Kebanyakan orang-orang katolik meskipun mereka mempunyai sesuatu yang bisa dibanggakan tetapi mereka tidak mau membuktikannya di hadapan public sehingga di ibaratkan mereka tidak ada perubahan sama sekali, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan orang protestan mereka mengalami kemajuan ekonomi yang sangat pesat. Tetapi hal yang semacam ini tidak bisa kita lihat dari sisi luarnya saja melainkan kita harus juga bisa melihat sisi dari dalam yaitu yang berupa kepercayaan keagamaan mereka.
Cirri-ciri yang sangat mendasar antara orang protestan dan orang katolik adalah bahwa orang protestan lebih bersifat materialism dan sebaliknya orang katolik lebih memilih hidup yang penuh dengan kesederhanaan. Max Weber mengatakan bahwa:
“ orang-orang katolik pada dasarnya lebih mempunyai keinginan yang lebih kecil untuk memperoleh sesuatu, mereka lebih menyukai kehidupan dengan kenyamanan yang terjamin walau hanya dengan mendapat penghasilan yang lebih kecil daripada memilih kehidupan yang dipenuhi resiko dan kesenangan walau jenis pekerjaan itu member banyak kesempatan untuk mendapatkan kekayaan dan kehormatan” 
Dan hal yang dikemukakan diatas sangat bertentangan dengan sifat alami dari orang protestan yang mereka pada dasarnya mereka menginginkan mulai dari makan enak, rumah besar, dan penghasilan yang melimpah, kesekian alasan inilah yang membentuk orang protestan menjadi orang yang bersifat kapitalis. Dan pada kenyataannya orang protestan mempunyai lebih dari satu karakteristik yang banyak orang beranggapan karakteristik inilah yang merupakan salah satu dari sekian faktor yang penting dalam perkembangan industry dan kapitalistik pada saat revolusi industry di Prancis.
Jadi dari sini dapat dibuktikan bahwa semangat untuk bekerja keras, semangat untuk mencapai kemajuan ataupun apa namanya itu tidak serta merta berasal dari protestantisme agama mereka melainkan ada juga yang berasal dari diri mereka sendiri.

B. Semangat Kapitalisme
Kalau kita melihat sekilas mengenai judul yang tertulis diatas, maka dalam pemikiran kita mungkin kita dapat menganalisa sedikit tentang maksud dari judul tersebut. Tetapi untuk menemukan maksud yang sebenarnya dari judul tersebut tidak ada konsep yang definitive dan final tidak bisa dijelaskan pada bab awal ini sebab kita harus melalui beberapa pengertian terlebih dahulu.
Hal yang akan dibahas dalam bab ini yaitu kita akan mencoba untuk menentukan objek dari semhangat kapitalisme beserta analisis dan penjelasan historinya. Dan disini kita bisa mencoba mendiskripsikan sementara tentang apa yang disebut dengan semangat kapitalime.
Berangkat dar itu semua kita akan menuju sebuah dokumen yang merupakan refleksi dari semangat kapitalisme itu sendiri. Ada seorang yang bernama Benjamin Franklin yang menggambarkan pendiskripsiannya mengenai semangat kapitalisme seperti berikut ini:
“ingatlah, uang mempunyai sifat dapat berkembang dengan sangat cepat. Uang dapat beranak uang dan anak-anaknya menghasilkan anak dan seterusnya. Lima shilling diputarkan menjadi 6, kemudian menjadi 7 dan 3 pence dan selanjutnya sampai menjadi 100 pound. Semakin banyak uangnya semakin banyak yang dihasilkan pada setiap putaran sehingga keuntungannya akan terus meningkat lebih cepat dan cepat. Mereka yang membunuh seekor induk babi biakan berarti dia telah membunuh seluruh anak cucu sampai generasi ke seribu. Mereka yang membunuh seorang pangeran, menghancurkan semuanya yang mungkin telah dihasilkan, bahkan sampai ratusan pound.” 
Benjamin Franklin telah member sedikit gambaran pada kita tentang semangat kapitalisme yang sebagian telah tersirat pada pernyataan diatas. Pernyataan yang sejenis juga pernah dilontarkan oleh Ferdinand Kurnberger yaitu sebuah kata-kata filsafat yang telah dirangkum olehnya yang berbunyi “mereka membuat lilin dari ternak dan membuat uang dari manusia”. Sesungguhnya inti dari dari arti kata-kata tersebut adalah suatu cara membuat membuat orang menjadi sukses didunia ini, dan juga persifatan manusia secara khusus. Pendapat kedua orang ini tidak sama dengan pendapat dari Jacob Fugger, menurutnya selagi kita masih hidup maka kita harus mencari uang yang sebanyak-banyaknya. Semangat yang seperti ini sangat jelas berbeda dengan pernyataan yang sebelumnya, semangat kapitalisme yang kedua inilah yang kemudia disebut dengan semangat kapitalisme modern.
Dalam etika yang ditemukan pada karakteristik Benjamin Franklin ini mengidentikkan leih banyak uang dan uang dan tidak menyukai gaya hidup yang bersenang-senang tetapi hanya sesaat saja. Jadi manusia menurut pemikirannya itu hanyalah makhluk yang harus bekerja keras untuk mencari uang demi mendapatkan semua kebutuhannya. Benjamin Franklin merupakan orang yang taat pada agama, ketika muncul pertanyaan “ mengapa uang harus dibuat untuk manusia?”. Dia menjawab dalam biografinya dengan sebuah kutipan dari kitab Injil yang juga telah lama dia dapatkan dari ayahnya yang juga seorang Calvinisme yang taat. Dan kutipan itu berbunyi “lihatlah manusia yang tekun pada pekerjaannya, dia akan berdiri dihadapan raja” (Amsal 22:29) menurut dia pencarian uang sebatas cara-cara yang masih dalam batas kewajaran atau masih dalam koridor agama itu diperbolehkan dalam bentuk apa saja.
Yang menjadi hal yang paling mendasar dalam etika social kapitalistik yaitu bahwa kita mencari uang untuk kebutuhan material kita itu semuanya mrupakan panggilan tugas atau lebih condong kearayh perkara kewajiban pribadi kita. Semangat kapitalisme dimanapun ia muncul dia akan bisa berjalan dengan sendirinya dan hal itu bisa menghasilkan modal sendiri sebagai cara atau alat untuk menggapai tujuannya. Akan tetapi kapitalisme modern ini tidak bisa masuk dengan begitu mudah pada dunia perekonomian karena banyaknya ketidak percayaan yang menimbulkan sebuah kebencian dan lebih-lebih pada kebobrokan moral yang besar. Hal yang paling penting dalam kesuksesan bisnis seseorang yaitu kemampuan manusia itu sendiri untuk melepaskan dirinya dari sifat-sifat tradisionalnya atau dalam kata lain dia mampu untuk merubah ideology dasarnya.

C. Askese dan Spirit Kapitalisme
Menurut kamus ilmiah popular kata asketis berarti usaha mendekatkan diri dengan tuhan dengan cara membuang kelezatan duniawi . Jadi untuk bisa memahami hal ini kita harus mempelajarinya dari praktek-praktek kependetaan, dikarenakan disini kita harus memahami adanya suatu hubungan antara pemikiran agama yang sangat mendasar dan protestantisme asketis sebagai suatu kesatuan yang tunggal, tetapi hal ini belun bisa dilakukan karena disisi lain puritanisme inggris telah memberikan dasar-dasar keagamaan yang konsisten, salah satu tokoh dari puritanisme inggris adalah salah satu pendeta yang sangat terkenal dalam sejarah yaitu Richard Baxter, dia adalah seorang penulis dan karya-karyanya sudah banyak sekali yang salah satunya adalah Etika-Etika Puritan,orang ini tidak suka akan perebutan kekuasaan yang terjadi pada masanya, dan dia juga tidak setuju mengenai gagasan revolusi, menurut baxter dalam karyanya Sainst Everlasting Rest yang inti didalamnya adalah menyebutkan bahwa seseorang bisa berhenti pada konsep awal tentang kekayaan dan cara memperolehnya, dikarenakan kepercayaan dalam hal ini merupakan bahaya yang besar yaitu yang berupa suatu keinginan untuk meraup kekayaan dan tidak akan berhenti dan berusaha untuk menggapai semua keinginannya.
Tetapi calvin dia tidak melihat permasalahan pendeta mengenai hubungan kekayaan mereka dengan etos kerja mereka sebagai pendeta, maka dari itu calvin membolehkan para pendeta untuk memakai semua sarana-sarana yang telah tersedia untuk meraup semua keuntungan.
Lebih dalam lagi kebobrokan moral mengakibatkan kurangnya tingkat keamanan harta benda yang mereka miliki dan yang lebih parah lagi yaitu cara mereka menikmati kekayaan dengan terus berfoya-foya dan intinya disini adalah mereka semua bingung dalam mencari jalan hidup yang benar, hal ini terjadi disebabkan karena kepemilikan harta benda yang membuat mereka menjadi pemalas dalam menjalani kehidupannya. Dan hal semacam ini sangat tidak bisa diteriama dalam pandangan protestan, dikarenakan tidak ada yang tahu umur manusia sampai kapan dan kesalahan terbesar mereka yaitu ketika mereka membuang-buang waktu untuk pembicaraan tak menentu yang tak berguna, kemewahan yang membuat mereka malas, dan tidur terlalu lama menyebabkan imbas yang buruk pada perekonomian mereka. Dan hal ini selaras dengan pernyataan Benjamin Franklin yang sangat terkenal yaitu “waktu adalah Uang”. Dengan demikian inti dari karya milik Baxter yaitu khotbah-khotbah yang yang memberi spirit kapitalisme mengenai kinerja yang baik, yang terus mengekploitasi kerja dari mental dan badan secara terus menerus, yang di Indonesia disebut dengan istilah “memeras keringat dan banting tulang” untuk mendapatkan penghasilan setiap hari. Dan hal ini dikuatkan dengan firman dari Santo Paulus yang berbunyi “mereka yang tidak bekerja tidak berhak mendapatkan rahmat”. Firman ini berlaku mutlak bagi seluruh manusia dikarenakan manusia yang tidak bekerja maka dia tidak akan memperoleh rahmat.
PENUTUP

Jadi disini penulis dapat menyimpulkan bahwa agama itu sangat berpengaruh dalam perkembangan Spirit kapitalisme seseorang. Dan hal itu juga akan menentukan seberapa besar tingkat perekonomian dari orang tersebut.

STRATIFIKASI DAN AGAMA

STRATIFIKASI DAN AGAMA


A. Stratifikasi Unsur, Sifat dan Perspektif
 
Jika kita pernah membayangkan tentang orang-orang yang sanggup membei rumah mewah tentu adalah mereka yang kaya dengan gaji jutaan atau bahkan puuhan juta perbulan, sedangkan jika kita meihat rumah di pemukiman-pemukiman kumuh atau disamping Rel-rel kereta api pasti pikiran kita tertuju pada pekerjaan yang serabutan atau apa adanya bahkan mungkin kita menganggap mereka tidak memiliki pekerjaan satu apapun. Dari pengamatan singkat seperti itu disadari atau tidak kita mulai menggolongkan mana orang itu yang kaya dan mempunyai rumah mewah dan mana itu orang yang miskin yang mempunyai rumah kumuh, dan ketika kita membedakan antara orang satu dengan orang yang lainnya maka kita teah melakukan suatu pengorganisasian kemampuan dimana ada orang dengan kemampuan yang tinggi dan orang yang berkemampuan rendah. Hal inilah yang dinamakan stratifikasi social dimana masyarakat memberikan lapisan, tingkatan atau kelas secara vertical terhadap orang-orang yang ada di sekitar mereka. Bahkan kita juga teah menyadari bahwa perbedaan yang ada daam masyarakat tidak cuma dalam hal yang berbentuk materi saja melainkan juga perbedaan dalam aspek-aspek yang lain, seperti perbedaan dalam hal pemilikan kekuasaan, status atau kehormatan. Pendek kata sepanjang dalam masyarakat itu terdapat sesuatu yang langkah dan diperebutkan, maka sepanjang itu pula akan muncul stratifikasi social.
 Menurut Soerjono Soekanto di dalam setiap masyarakat dimanapun selalu dan pasti mempunyai sesuatu yang dihargai. Sesuatu yang dihargai di masyarakat bisa berupa kekayaan, ilmu pengetahuan, status haji, status “darah biru” atau keturunan dari keluarga tertentu yang terhormat, diberbagai masyarakat sesuatu yang dihargai tidakah sama. Sebagian pakar meyakini bahwa pelapisan masyarakat sesungguhnya mulai ada sejak masyarakat mengenal kehidupan bersama, dalam masyarakat yang masih sederhana lapisan-lapisan masyarakat pada awalnya didasarkan pada perbedaan seks, umur atau bahkan kekuasaan. Pitirim A. Sorokin mengemukakan stratifikasi social adalah pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis, perwujudannya adalah adanya kelas-kelas tinggi dan kelas rendah, selanjutnya disebutkan bahwa dasar dan inti dari lapisan-lapisan dalam masyarakat adalah adanya ketidakseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban, kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai social dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.
 Stratifikasi social juga lebih berkenaan dengan adanya dua atau lebih kelompok-kelompok bertingkat dalam suatu masyarakat tertentu, yang anggota-anggotanya mempunyai kekuasaan, hak-hak istimewa yang tidak sama dengan kelompok yang lainnya, secara rinci ada tiga aspek yang merupakan karakteristik strifikasi social yaitu:
1. Perbedaan dalam kemampuan atau kesanggupan.
Anggota masyarakat yang menduduki strata tinggi tentu memiliki kesanggupan dan kemampuan yang lebih besar dibandingkan dengan anggota masyarakat yang dibawahnya.
2. Perbedaan dalam gaya hidup.
Cara berpakaian seorang direktur atau presiden akan sangat berbeda dengan gaya berpakaian para tukang becak atau pembantu rumah tangga, hal ini bukan semata-mata untuk penampilan saja, tetapi lebih mengarah pada tuntutan pekerjaan, coba kita bayangkan apa yang terjadi andai saja seorang direktur ataupun presiden tidak berpakaian rapi selayaknya biasanya, pasti pamor mereka akan turun sebagai golongan strata tinggi.
3. Perbedaan dalam hal hak dan akses dalam memanfaatkan sumber daya.
Seseorang yang menduduki jabatan tinggi biasanya akan semakin banyak hak dan fasilitas yang diperolehnya, hal ini akan mempermudah mereka memenuhi segala apa yang mereka butuhkan, yang tentu saja hal ini tidak dapat dinikmati oleh pegawainya.
 Dalam teori sosiologi, unsur-unsur system pelapisan social dalam masyrakat adalah kedudukan dan peran, dimana disamping unsure pokok dalam system stratifikasi social, juga mempunyai arti yang sangat penting bagi system social masyrakat. Status menunjukkan tempat atau posisi orang dalam masyarakat, sedangkan peranan menunjukkan aspekn dinamis dari status, yaitu merupakan tingkah laku yang diharapkan dari seseorang individu yang menduduki status tertentu. Dan untuk penjelasan lebih lanjut berikut merupakan pengertian secara konkrit dari Kedudukan dan peran.
1. Kedudukan (status)
Kedudukan adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok social, sehubungan dengan orang lain dalam kelompok tersebut atau tempat suatu kelompok sehubungan dengan kelompok-kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi. Oleh karena kedudukan sering diartikan sebagai tempat seseorang dalam suatu pola atau kelompok social, maka seseorang dapat pula mempunyai beberapa kedudukan sekaligus. Hal ini disebabkan seseorang biasanya ikut dalam beberapa pola kehidupan atau menjadi anggota dalam beberapa kelompok social.untuk mengatur status seseorang menurut Pitirim Sorokin secara rinci dapat dilihat dari:
a. Jabatan dan pekerjaannya.
b. pendidikan dan luasnya ilmu pengetahuan
c. kekayaan
d. politis
e. keturunan
f. agama
kedudukan apabila dipisahkan dari individu yang memilikinya hanyalah merupakan kumpulan hak dan kewajiban. Namun, karena hak dan kewajiban itu hanya dapat terlaksana melalui perantara individu maka sulit untuk memisahkannya secara tegas dan kaku. Dalam masyarakat sering kali kedudukan dibedakan menjadi dua macam yaitu:
a. Ascribed Status, status ini diartikan sebagai kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan seseorang. Kebanyakan ascribed status dijumpai pada masyarakat dengan system pelapisan social yang tertutup, seperti system pelapisan berdasarkan perbedaan rasa tau agama.
b. Achieved Status, yaitu kedudukan yang dicapai oeh seseorang dengan usaha-usaha yang sengaja dilakukan, dan bukan diperoleh karena kelahiran. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan dari masing-masing orang dalam mengejar dan mencapai tujuan-tujuannya.
c. Assigned status, yaitu kedudukan yang diberikan, assigned status sangat erat hubungannya dengan achieved status, artinya suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang karena telah berjasa kepada masyarakat.
2. Peran (Role)
Peran merupakan aspek dinamis dari kedudukan, artinya, seseorang telah menjaankan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukanny, maka orang tersebut telah melaksanakan suatu peran. Keduanya tak dapat dipisahkan karena satu dengan yang lainnya saling tergantung. Sebagaimana kedudukan, maka setiap orang pun dapat mempunyai macam-macan peran yang berasal dari pola pergaulan hidupnya. Hal tersebut berarti pula bahwa peran tersebut menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Peran sangat penting karena dapat mengatur perikelakuan seseorang, disamping itu peran menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada batas-batas tertentu, sehingga seseorang dapat menyesuaikan perilakunya sendiri dengan perilakuorang-orang sekelompoknya.
Peran yang melekat pada diri seseorang, harus dibedakan dengan posisi atau tempatnya dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu dalam organisasi masyarakat. Sedangkan peran lebih banyak menunjuk pada fungsi, artinya seseorang menduduki suatu posisi tertentu dalam masyarakat dan menjalankan suatu peran. Suatu peran paling sedikit mencakup 3 hal yaitu:
1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.
2. Peran adalah suatu konsep ikhwal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat
3. Peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur social masyarakat.
 Peranan dapat membimbing seseorang dalam berprilaku, karena fungsi peran sendiri adalah sebagai berikut:
1. Memberi arah pada proses sosialisasi
2. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai dan norma dan pengetahuan
3. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat
4. Menghidupkan system pengendali dan control, sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.
Tetapi apakah pernah terpikir dibenak kita bagaimana suatu stratifikasi itu muncul?, terjadinya stratifikasi social atau system pelapisan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu system stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya artinya tanpa disengaja, dan system pelapisan yang terjadi karena dengan sengaja disusun untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Lapisan-lapisan dalam masyrakat yang terjadi dengan sendirinya atau tidak disengaja misalnya lapisan yang didasarkan pada umur, jenis kelamin, kepandaian, sifat keaslian keanggotaan kerabat kepala masyarakat, mungkin dalam batas-batas tertentu berdasarkan harta.
Sedangkan system pelapisan dalam masyarakat yang disengaja disusun untuk mencapai tujuan tertentu biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi formal dan sebagainya, namun demikian, apabila suatu masyarakat hendak hidup teratur dan keutuhan masyarakat tetap terjaga maka kekuasaan dan wewenang harus pula dibagi-bagi secara teratur, sehingga setiap orang akan jelas dimana kekuasaan dan wewenangnya dalam organisasi, baik secara horizontal maupun secara vertical.
B. Agama dalam Kajian Sosiologis
 Dalam kajian sosiologis agama diartikan sebagai gejala social yang umum dan dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini, tanpa terkecuali. Ia merupakan salah satu aspek dalam kehidupan social dan bagian dari system social suatu masyarakat. Agama juga bisa dilihat sebagai unsur dari kebudayaan suatu masyarakat disamping unsur-unsur lainnya. Meskipun agama berkaitan dengan berbagai kewajiban, ketundukan, dan kepatuhan, tetapi tidak setiap ketaatan itu bisa disebut agama, bergantung pada siapa ketaatan itu diperuntukkan dan atas dasar motivasi apa ketaatan itu dilaksanakan. Ketaatan dan kepatuhan pihak yang kalah perang kepada pihak yang menang perang, ketaatan rakyat terhadap pemimpinnya tidak bisa disebut agama dalam kacamata keilmuan. Berdasarkan hasil studi para ahli sosisologi, dapat diketahui bahwa agama merupakan suatu pandangan hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan individu ataupun kelompok. Keduanya mempunyai hubungan saling mempengaruhi dan saling bergantung dengan semua factor yang ikut membentuk struktur social di masyarakat mana pun.
 Berikut merupakan pendapat para tokoh mengenai agama yang otomatis apa yang mereka katakan tidak terlepas pada keyakinan mereka mengenai agamanya masing-masing:
1. Max Weber, dia lebih menekankan mengenai lembaga social yang ada di agama itu sendiri, disini menurutnya terjadi kerjasama secara timbale balik diantara semua lembaga social, dan dalam kerjasama menunjukkan tentang betapa pentingnya lembaga agama dan pengaruhnya atas semua lembaga social lainnya.
2. Cicero (abad 15 SM) dia adalah seorang pembuat hukum romawi, menurutnya agama adalah anutan yang dihubungkan antara manusia dengan tuhan
3. Emmanuel Kant, dalam bukunya yang berjudul agama dalam batas-batas akal mengatakan bahwa agama adalah perasaan berkewajiban melaksanakan perintah-perintah tuhan.
4. Herbert Spencer, berpendapat bahwa factor utama dalam agama adalah iman akan adanya kekuasaan yang tak terbatas, atau kekuasaan yang tidak bisa digambarkan batas waktu dan tempatnya.
Dari uraian tentang definisi agama di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ilmuan membatasi pengertian agama dalam bentuk yang hanya bisa diterapkan pada agama-agama yang berdasarkan wahyu dari langit, yaitu agama-agama tauhid yang didasarkan pada keyakinan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa. 

STRATIFIKASI SOSIAL DALAM AGAMA
 Hubungan antara tingkat keberagamaan dan kedudukan dalam masyarakat dan struktur social, dan antara sifat keyakinan keagamaan dan kedudukan kelas social, telah dibicarakan secara intensif dan diperdalam selama ratusan tahun. Agama dan pelapisan social merupakan dua hal yang berbeda, walaupun demikian, membicarakan keduanya dalam satu bahasan atau topic tetap akan mempunyai aspek-aspek positif dalam kajian akademis. Demokrasi sepertinya menjadi cita-cita seluruh bangsa. Ada beberapa elemen yang menentukan suasana demokrasi yaitu antara lain budaya yang di dalamnya termasuk agama, penilaian atas agama dalam kaitannya dengan proses demokrasi, mesti dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi salah menyimpulkan, demikian juga dengan kelas social, apakah agama bisa menjadi factor penentu dalam bentuk kelas social dalam tatanan masyarakat yang mana sangat dipengaruhi oleh interpretasi manusia atas agama, memang kita tidak bisa memungkiri bahwa sekat-sekat social kerapkali menimbulkan masalah social.
 Dan berikut merupakan penggambaran stratifikasi soisial dalam agama:
1. Zaman Kegelapan, Filsafat Abad Pertengahan.
 Zaman ini merupakan zaman paling buruk dalam sejarah filsafat, dimana kekuasaan gereja sangat besar bahkan melebihi kekuasaan raja atau pemimpin Negara pada saat itu, pada essensinya sejak masa dulu gereja memang tidak pernah ditempatkan dalam sebuah struktur social, dikarenakan karena gereja yaitu bentuk manifestasi dari agama Kristen protestan atau katolik yang menurut mereka tidak bisa dimasukkan pada struktur social dalam masyarakat karena focusnya yaitu dalam ranah hubungan manusia dengan tuhan, tetapi apakah dengan tidak masuk ke dalam struktur social mereka ini posisi mereka menjadi tidak penting?, justru posisi gereja pada hakekatnya berada tepat dibawah kekuasaan kerajaan karena kebanyakan para pastur merupakan penasehat kerajaan.
 Tetapi yang terjadi pada zaman ini justru sebaliknya, gereja memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan segala apapun, siapapun, dan kapanpun itu, dengan menggunakan kekuatan tuhan sebagai pelaksana kekuasaan mereka, apapun yang dikeluarkan gereja pada saat itu tidak boleh dilanggar oleh satu orang pun karena itu adalah perintah dari tuhannya, begitu pula dengan filsafat dan pengetahuan, apa yang dikatakan oleh pihak gereja merupaka suatu kebenaran yang mutlak dan tidak boleh ditentang, posisi pastur pada saat itu tertinggi dalam struktur vertical lapisan masyarakat.
 Pada akhirnya semua warga tunduk sampai pada suatu kasus dimana ada yang menentang kebijakan gereja ini, yaitu penentuan bahwa Bumi yang mengitari matahari atau Matahari yang mengitari bumi, pada saat itu dari pihak gereja mengeluarkan ajaran bahwa Matahari mengitari bumi dengan Surga dan neraka yang berada diatas dan dibawahnya, karena yang menjadi acuan mereka yaitu hanya dengan melihat perputaran matahari dari pagi yang muncul di timur dan tenggelam di barat pada sore harinya.
 Tetapi pendapat ini ditentang oleh seorang pemikir besar yang bernama Galileo, menurutnya Bumilah yang mengitari Matahari, toh pada essensinya itu merupakan suatu kebenaran tetapi pihak gereja tidak dapayt menerima itu, dia dihukum dibakar hidup-hidup karena telah menentang gereja, hal inilah yang menyebabkan kemandegan dari para pemikir barat pada saat itu karena kekuasaan gereja yang begitu besar, dan bukan lain hal ini disebabkan semata-mata ketika suatu golongan memiliki hak yang istimewa yang tidak di dapatkan orang lain pada umumnya maka dia bisa bertindak apapun yang diingnkannya.
2. System Kasta Pada Agama Hindu
 Seperti yang kita ketahui bersama bahwa system ini yang paling terkenal dan paling kaku sehingga jika seseorang itu sudah berada pada kasta bawah sangat sulit sekali atau bahkan tidak mungkin baginya untuk naik kasta, asal mula kasta di agama hindu ini bermula di india sebagai hasil pertemuan bangsa Arya dengan bangsa Turan dan Bumiputera, “bangsa Arya adalah suatu bangsa yang mempunyai kecerdasan dan gerak laku hidup atas penduduk asli, mereka benar-benar percaya terhadap ketinggian bangsa mereka di atas bangsa-bangsa yang lainnya, kata “Arya” yang dinamakan kepada mereka itu berarti orang bangsawan.”
  Menurut Prof. Atreya mahaguru universitas Benares di India yang berpendapat bahwa orang-orang hindu mengatur kehidupan social mereka dengan berdasarkan kasta-kasta yang mereka namakan Chatur Varn, peraturan ini puladapat ditegakkan atas asas pemilihan kerja dan tidak ada hubungan dengan asas-asas bangsa yang sangat dibenci dan dialami oleh negeri India yang lahir dari pemerintahan asing yang menetap beberapa abad, tujuan peraturan kasta tidaklah semata-mata untuk memecahbelah masyarakat, tetapi justru menyatukannya atas asas pembagian kerja, karena dalam kalangan manusia ada sebagian yang gemar akan ilmu pengetahuan lalu mereka dibiarkan dengan ilmu pengetahuannya dan terus membentuk golongan Brahmana, bagian yang kedua kegemarannya adalah pemerintahan, kekuasaan dan peperangan mereka inilah yang membentuk golongan ksatria, golongan ketiga yaitu golongan yang gemar akan harta benda, kemudian membentuk golongan pedagang dan petani atau yang disebut dengan Waisya, bagian tidak layak apa-apa kecuali melakukan pekerjaan hina dan semata-mata menjadi budak dari mereka ini terbentuk golongan Sudra.
 Wells menyebut Kasta-Kasta ini dengan berkata “setelah kedatangan bangsa Arya mesyarakat hindu telah terbagi kedalam kasta-kasta yang satu sama lain tidak saling mewakili, tidak berkeberatan, dan tidak bergaul dengan bebas. Kemudia pembagian kasta ini berjalan terus sepanjang sejarah”. Weech juga menyebutkan bahwa peraturan kasta-kasta mulai ada dan lahir ketika awal pencampuran yang membuka jalan bagi pembentukan suatu masyarakat yang dipadukan dari unsure-unsur yang berlainan ini. Jadi peraturan kasta-kasta adalah suatu jalan untuk memelihara kemurnian darah bangsawan yang dikhawatirkan bercampur dengan jenis-jenis bangsa yang lainnya. 
 Menurut beberapa pemikir yang berpendapat bahwa kasta-kasta ini dijadikan oeh tuhan sedemikian rupa maka jadiah pembagian ini kekal abadi dikarenakan ini semua merupakan perbuatan tuhan dan tidak ada jalan untuk menghapuskannya. Dengan latar belakang ini seseorang tidak boleh naik dari suatu kasta ke kasta lain yang lebih tinggi. Dan berikut penjelasan dari golongan kasta-kasta tersebut,
a. Golongan Brahmana
Golongan ini berkewajiban mempelajari kitab-kitab weda dan mengajarkannya pada kaumnya, juga memberkati pemberian-pemberian korban yang hanya diterima melalui mereka dan wajiblah seorang brahmana memelihara undang-undang umum dan agama. Apabila seorang brahmana lahir dia diletakkan dibarisan yang pertama sekali dalam barisan-barisan keduniaan, seorang brahmana menerima penghormatan dari semua tuhan adalah karena keturunannya. Hokum-hukumnya menjadi landasan hokum di aam ini dan kitab suci itulah yang memberinya keistimewaan ini, semua yang ada di ala mini adalah milik brahmana, karena seorang brahmana berhak atas segalan apa yang terwujud. Seorang brahmana apabila berkehendak, dia berhak memiliki harta benda sudra yang menjadi hamba kepadanya dengan tidak dihukum oleh raja karena perbuatannya itu, hamba dan segala miliknya adalah kepunyaan tuannya. Seorang brahmana tidak dikotori oleh dosa sekalipun dia membunuh tiga golongan itu, raja tidak boleh mengenakan pajak atas seorang brahmana yang sedang mempelajari kitab suci, raja janganlah membunuh seorang brahmana sekaipun dia melakukan berbagai kesalahan besar dia hanya boleh diusir dari kerajannya.
b. Golongan Ksatria
Orang-orang yang telah memperkaya akal pikirannya dengan kitab-kitab Weda dan sebagainya, mereka dari golongan inilah yang layak menjadi pemimpin-pemimpin tentara, atau raja-raja atau hakim-hakim bagi sekalian manusia. Raja diangkat dari golongan ksatria, Raja janganlah direndahkan sekalipun dia masih kecil, seorang ksatria tidak boleh terlepas dari tugas ketentaraan. Seorang ksatria hidup sebagai seorang prajurit meskipun dimasa damai, raja harus selau menyediakan perlengkapan perang mereka, dan mereka harus selalu siap berperng bilsa sewaktu-waktu dipanggil raja
c. Golongan waisya
Seorang waisya haruslah kawin dengan perempuan dari golongannya juga, haruslah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pekerjaannya, dan senantiasa memelihara binatang ternak, seorang waisya hendaklah mengetahui betul-betul metode dalam pertanian, dari penanaman sampai penjualannya.
d. Golongan Sudra
Seorang Sudra sedapat-dapatnya haruslah mematuhi perintah golongan Brahmana yang menjadi pemuka yang arif akan kitab-kitab suci dan terkenal dengan sifat-sifat yang mulia. Dengan kepatuhan ini diharapkan ia diberi kebahagiaan sesudah matinya dengan suatu penghidupan baru yang lebih tinggi lagi. Tidak patut seorang sudra mengumpulkan harta yang berlebihan sekalipun mereka mampu melakukan hal demikian, seorang sudra seandainya mengumpulkan harta maka ia telah menyakiti golongan brahmana karena tindakannya itu kotor, anak golongan rendah yang berniat untuk menyamakan diri dengan golongan yang lebih tinggi dari golongannya haruslah ditolak dan diberi tanda dibawah pangkal pahanya, tangannya hendaklah dipotong sekiranya dia mengangkat tangan atau tongkatnya ke atas orang yang ebih tinggi dari padanya, dan dipotong kakinya sekiranya dia menendang dengan kakinya itu, seandainya dia memanggil dengan menggunakan nama atau nama golongannya dengan tidak memperlihatkan rasa hormat maka dimasukkan kedalam mulutnya sebilah pisau panas bermata tiga yang panjangnya sepuluh inci, dan raja juga memerintahkan supaya dituangkan minyak panas kedalam mulut dan telinganya apabila menurut pendapat golongan brahmana dia tidak lagi melaksanakan pekerjaan untuk mereka dengan baik.

3. Stratifikasi social dalam islam
 Apakah ada? Islam pada zaman Nabi masih menggunakan perbudakan dalam hal mengerjakan pekerjaan yang kasar dan berat, tetapi system kerjanya tidak seperti yang ditampakkan pada kasta Sudra yang ada di agama Hindu, budak-budak yang ada di islam pun bisa di bebaskan dan dapat hidup normal pada sedia kala, budak-budak ini pada umumnya didapatkan pada saat berperang dan tentara lawan yang kalah dalam peperangan pada umumnya dijadikan sebagai budak, terus pertanyaannya apakah di agama islam da yang dinamakan dengan stratifikasi sosiak?, jawabanya sangat singkat dan paten Allah SWT berfirman “bahwa setiap manusia dihadapanKU sama dan yang membedakannya adalah kadar ketaqwaannya saja”dalam ha beribadahpun islam tidak pernah membedakan antara si kaya dan si miskin, si Tua dan si Muda dan lain sebagainya, itu yang ada di dalam agama islam, tetapi didalam masyarakat islam stratifikasi social tetap ada demi keteraturan suatu wilayah tersebut untuk pembagian kerja menurut proporsi mereka masing-masing.
 Banyak lagi contoh-contoh kasus yang semisal di atas tetapi pada essensinya tetap sama agama sekalipun tidak pernah membeda-bedakan umatnya yang menjadikan system itu adalah manusia-manusia itu sendiri yang membawa kekuatan agama yang diyakini masyarakat secara eksklusif untuk melancarkan kepentingan segolongan orang untuk mempunyai kekuasaan dan wewenang serta hak istimewa yang tidak dimiliki oeh masyarakat yang lainnya.

ANALISIS DATA

 Pada hakekatnya pelapisan social dalam masyarakat sangat penting adanya untuk pembagian kerja yang sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing, tetapi akan menjadi sangat tidak stabil jika hal ini digunakan untuk meraup keuntungan dan kekuasaan sebanyak-banyaknya dan sebesar-besarnya untuk dirinya sendiri, inilah yang sering kali terjadi dan menimbulkan konflik di dalam masyarakat ketika dianggap pelapisan social yang terjadi di monopoli sedemikian hingga sampai merampas hak-hak yang ada di dalam masyarakat, tetapi apa yang terjadi jika pelapisan itu juga dengan menggunakan kekuatan tuhan, ternyata hal ini sangat berhasil, dimana agama sebagai sesuatu yang harus diyakini dan diamalkan tanpa ada pertanyaan kenapa, sehingga mereka yang mengatasnamakan diri mereka wakil tuha di dunia atau orang paling suci dengan menggunakan kekuatan tuhan dia mengendalikan masyarakat dibawah kekuasannya.
 Dalam teori stratifikasi konfliknya Randall Collins sangat tidak setuju dengan para penguasa yang menggunakan kekuatannya untuk keuntungan pribadinya yang mana seharusnya itu untuk kemasahatan masyarakat, kekuasaan yang begitu besar menempatkan seseorang sebagai raja di muka bumi ini, padahal pada essensinya seperti yang kita kethui bersama kita sama-sama sebagai manusia yang dikatakan makhuk yang paling sempurna dan oleh karena itu pula kita memiliki kekurangan dan kelebihan di dalam diri kita masing-masing tidak menutup kemungkinan dia seorang raja atau seorang pengemis.
 Dilanjutkan dengan teori Otoritas milik Ralph Dahrendorf, dimana menurutnya otoritas merupakan sumber konflik dan perpecahan yang ada di dalam masyarkat, jika kekuasaan itu tidak pada tangan yang tepat, eksistensi seorang pemimpin yang memerintah dan seorang hamba yang diperintahnya akan menimbulkan suatu perasaan ketidakadilan dan kecemburuan social di hadapan mereka.



PENUTUP


 Kesimpulan: Jadi pada akhir pembahasan kita sebenarnya tidak ada yang dinamakan pelapisan social yang ada dalam agama manusialah sendirilah yang membuatnya dengan menggunakan kekuatan Tuhan untuk menundukkan masyarakat yang meyakini agamanya secara kuat di dalam hatinya.

TEORI STRUKTURASI ANTHONY GIDDENS

 Teori Strukturasi
Sebenarnya teori ini tidak terlepas dari fenomena sebelumnya yaitu mengenai sosiologi mikro dan sosiologi makro yang terkesan didikotomikan diantara keduanya, yang mana sekarang telah dikembangkan dan memperjelas hubungan antara mikro dan makro di kalangan teoritisi Amerika, dan ini sejajar dengan peningkatan di kalangan teoritisi Eropa atas masalah hubungan antara Agen dan Struktur. Tori yang paling terkenal dalam membahas integrasi antara agen dan struktur adalah teori strukturasi milik Anthony Giddens. Dia mengatakan bahwa “ setiap riset dalam ilmu social atau sejarah selalu menyangkut penghubungan tindakan dengan struktur, Namun, dalam hal ini tak berarti bahwa struktur menentukan tindakan atau sebaliknya.” Dia sebenarnya bukan salah satu tokoh penganut aliran Marxisme, namun ada pengaruh besar pandangan-pandangan Marxian dalam karyanya, dan bahkan ia melihat sebuah konstitusi dari masyarakat sebagai cerminan pemikiran integrative yang melekat dalam pemikiran Marx, yaitu “manusia adalah pembuat sejarah, tetapi mereka tak dapat membuatnya sesuka hatinya, mereka tidak dapat membuatnya berdasarkan keadaan yang mereka pilih sendiri, melainkan berdasarkan keadaan yang langsung mereka hadapi, diterima, dan dibawah dari masa lalu.”
Teori strukturasi Giddens yang memusatkan perhatian pada praktik social yang berulang itu pada dasarnya adalah sebuah teori yang menghubungkan antara agen dan struktur. Namun ia berpendirian bahwa tindakan agen itu dapat dilihat sebagai perulangan, artinya aktifitas bukanlah dihasilkan sekali dan langsung jadi oleh actor social, tetapi secara terus menerus mereka ciptakan ulang melalui suatu cara, dan dengan cara itu juga mereka menyatakan diri bahwa mereka sendiri adalah sebagai actor. Di dalam dan melalui aktifitas mereka, agen menciptakan kondisi yang memungkinkan aktifitas ini berlangsung. Dengan demikian, aktifitas tidak dihasilkan melalui kesadaran ataupun melalui konstruksional tentang sebu ahrealitas, dan tidak diciptakan pula oleh struktur social. Malahan dalam menyatakan diri mereka sendiri sebagai actor, orang terlibat dalam praktik social dan melalui praktik social itulah baik kesadaran maupun struktur itu diciptakan. Giddens juga memusatkan perhatian pada kesadaran atau refleksitas. Namun dalam merenung (refleksif) manusia tak hanya merenungi diri sendiri, tetapi juga terlibat dalam memonitor semua aliran yang mana terus menerus muncul dari aktifitas dan kondisi structural. Secara umum dapat dinyatakan bahwa Giddens memusatkan perhatian pada proses dialektika dimana praktik social, struktur, dan kesadaran diciptakan. Jadi Giddens menjelaskan masalah agen dan struktur secara historis, processual, dan dinamis.
Didalam teori strukturasi ada elemen-elemen yang membangunnya yaitu Dimulai dari pemikirannya tentang agen yang terus menerus memonitor pemikiran dan aktifitas mereka sendiri serta yang juga mencakup kontek social dan fisik mereka. Dalam upaya mereka mencari perasaan aman, actor merasionalkan kehidupan mereka, yang dimaksud Giddens dengan rasionalisasi adalah mengembangkan kebiasaan sehari-hari yang tak hanya memberikan perasaan aman kepada actor, tetapi juga memungkinkan mereka menghadapi kehidupan social mereka secara efisien. Aktor juga mempunyai motivasi untuk bertindak dan motivasi ini meliputi keinginan dan hasrat yang mendorong tindakan. Jadi, sementara rasionalisasi dan refleksifitas terus-menerus terlibat dalam tindakan, motivasi dapat dibayangkan sebagai potensi untuk bertindak. Motivasi menyediakan rencana menyeluruh untuk bertindak, tetapi menurut Giddens sebagian besar tindakan kita tidak dimotivasi secara langsung. Meski tindakan tertentu tidak di motivasi dan motivasi kita tak bisa dari manapun, namun motivasi memainkan peran penting dalam tindakan manusia.
Di bidang kesadaran pun Giddens membedakan antara kesadaran Diskursif dan kesadaran praktis. Kesadaran diskursif memerlukan kemampuan untuk melukiskan tindakan kita dalam kata-kata. Kesadaran praktis melibatkan tindakan yang dianggap actor benar, tanpa mampu mengungkapkan dengan kata-kata tentang apa yang mereka lakukan. Tipe kesadaran praktis inilah yang sangat penting bagi teori strukturasi; berarti teori ini lebih memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan actor ketimbang apa yang dikatakannya.
Sesuai dengan penekananannya pada keagenan, Giddens memberikan kekuasaan besar terhadap agen. Dengan kata lain, menurutnya agen mempunyai kemampuan untuk menciptakan pertentangan dalam kehidupan social, dan bahkan ia lebih yakin lagi bahwa agen tak berarti apa-apa tanpa kekuasaan. Artinya, actor berhenti menjadi agen bila ia kehilangan kemampuan untuk menciptakan pertentangan. Giddens tentu saja mengakui adanya paksaan atau pembatas terhadap actor, tetapi ini tak berarti actor tidak mempunyai pilihan dan tidak mempunyai peluang untuk membuat pertentangan. Menurutnya, kekuasaan secara logis mendahului subyektivitas karena tindakan melibatkan kekuasaan atau kemampuan untuk mengubah situasi. Jadi, teori strukturasi Giddens memberikan kekuasaan kepada actor dalam hal tindakan. Inti konseptual teori ini terletak pada pemikiran tentang struktur dan system. Struktur didefinisikan sebagai “property-properti yang berstruktur (aturan dan sumber daya), property yang memungkinkan praktik social serupa yang dapat dijelaskan untuk eksis di sepanjang ruang dan waktu yang membuatnya menjadi bentuk sistemik”. Struktur hanya akan terwujud karena adanya aturan dan sumber daya. Struktur itu sendiri tidak ada dalam ruang dan waktu. Fenomena social mempunyai kapasitas yang cukup untuk menjadi struktur. Giddens berpendapat “struktur hanya ada di dalam dan melalui aktivitas agen manusia.” Jadi Giddens mengemukakan definisi struktur yang tak lazim, Yang tak mengikuti pola durkhemian dalam memandang struktur sebagai sesuatu yang berada di luar dan memaksa actor. Giddens berupaya menghindarkan kesan bahwa struktur berada di luar terhadap tindakan actor. “menurut saya, struktur adalah apa yang membentuk dan menentukan terhadap kehidupan social, tetapi bukan struktur itu sendiri yang membentuk dan menentukan kehidupan social itu.” 
Giddens tak menyangkal fakta bahwa struktur dapat memaksa atau mengendalikan tindakan, tetapi struktur juga sering memberikan kemungkinan bagi agen untuk melakukan sesuatu yang sebaliknya tak akan mampu mereka kerjakan. Ia juga mendefinisikan system Sosial sebagai praktik social yang dikembangbiakkan atau hubungan yang direproduksi antara actor dan kolektivitas yang diorganisir sebagai praktik social tetap.” Jadi gagasan tentang system social ini berasal dari pemusatan perhatiannya terhadap praktik social. System social tidak mempunyai struktur, tetapi dapat memperlihatkan cirri-ciri strukturalnya. Struktur tak dapat memunculkan dirinya sendiri dalam ruang dan waktu, tetapi dapat menjelma dalam system social, dalam bentuk praktik social yang direproduksi.
Jadi dapat diartikan struktur serta-merta muncul dalam tatanan sitem social. Struktur pun menjelma dalam “ingatan agen yang berpengetahuan banyak”, yang mana akibatnya, aturan dan sumber daya men jemalkan dirinya sendiri baik di tingkat makro system social maupun di tingkat mikro berdasarkan kesadaran manusia. Jadi konsep yang sebenarnya tentang strukturasi adalah “konstitusi agen dan struktur bukan merupakan dua kumpulan fenomena yang berdiri sendiri atau dualisme, tetapi lebih mencerminkan suatu dualitas, cirri-ciri structural system social adalah sekaligus medium dan hasil praktik social yang diorganisir berulang-ulang.” Strukturasi meliputi hubungan dialektika antara agen dan struktur, struktur dan keagenan adalah dualitas, struktur takkan ada tanpa agen dan demikian sebaliknya.
Seperti telah dikemukakan, waktu dan ruang merupakan variable penting dalam teori strukturasi Giddens. Waktu dan ruang tergantung pada apakah orang lain hadir untuk sementara waktu atau dalam hubungan yang renggang. Kondisi primordial adalah interaksi tatap muka, dimana orang lain hadir pada waktu dan tempat yang sama, tetapi system social berkembang atau meluas menurut waktu dan ruang sehingga orang lain tidak perlu lagi hadir pada waktu yang sama dan ruang yang sama. System social yang berjarak dilihat dari sudut pandang waktu dan ruang seperti itu dalam kehidupan modern makin meningkat peluangnya dengan munculnya penggunaan peralatan komunikasi dan transportasi baru. Giddens juga lebih cenderung menganalisis secara rinci berbabagai unsure dalam system social dan yang lebih penting lagi, ia memusatkan perhatiannya pada sifat hubungan timbale balik unsure-unsur agen dan struktur itu, dan yang menarik lagi pendekatan giddens adalah fakta bahwa strukturasi ini di definisikan dalam hubungan integrative. Agen dan struktur tidak berada dalam keadaan bebas satu sama lain melainkan system social dilihat baik sebagai media maupun sebagai hasil tindakan actor dan system social yang secara berulang-ulang mengorganisir kegiatan actor.